JAKARTA | NB – Perkumpulan Waktu Indonesia Bergerak (WIB) melalui Ketua Umumnya Siti Fatimah, S.H. secara resmi mengumumkan pembukaan “Posko Pengaduan Korban Asuransi” yang akan beroperasi di seluruh Indonesia mulai 1 Desember 2024. Langkah ini dilakukan untuk menampung keluhan masyarakat yang merasa dirugikan oleh perusahaan asuransi. Posko pengaduan ini akan dibuka di berbagai kantor WIB, mulai dari tingkat DPW hingga DPC, guna menampung laporan terkait gagal klaim dan permasalahan lain yang dialami oleh para pemegang polis.
Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H menyampaikan kekecewaan atas perilaku sejumlah perusahaan asuransi yang dinilai tidak bertanggung jawab terhadap klaim nasabah. WIB menyatakan bahwa banyak korban mengalami kerugian besar akibat gagalnya perusahaan asuransi dalam memenuhi kewajibannya. Selain membuka posko pengaduan, WIB juga merencanakan aksi unjuk rasa di kantor-kantor asuransi, Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta di sejumlah wilayah provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia.
Indikasi Korupsi dan Mafia di Tubuh OJK: POJK 23 Tahun 2023 Jadi Sorotan
Selain pembukaan posko pengaduan, WIB juga menyoroti terbitnya Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 yang dinilai merugikan pengusaha asuransi lokal. POJK tersebut mengatur penambahan modal dan keharusan tenaga ahli, namun Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H Ketua Umum WIB menganggap bahwa regulasi ini memberikan kesan seolah-olah perusahaan asuransi lokal tidak kompeten dalam mengelola risiko dan dana yang ada.
Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H menilai bahwa regulasi ini hanyalah upaya OJK untuk menutupi kesalahan dalam mengelola dan mengawasi perusahaan asuransi. OJK, menurut WIB, kerap menerbitkan POJK baru sebagai “penutup” atas permasalahan yang timbul dari kebijakan sebelumnya. Bahkan, Siti Fatimah menyebutkan bahwa tidak semua POJK mendapatkan pengesahan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya menjadi wakil rakyat dalam urusan peraturan keuangan.
Kasus-Kasus Besar yang Timbul Akibat Pengelolaan Buruk di Industri Asuransi
Sejumlah kasus besar di industri asuransi selama beberapa dekade terakhir semakin menambah bukti tentang lemahnya pengawasan dan buruknya pengelolaan di sektor ini. Beberapa kasus yang mencuat melibatkan perusahaan besar seperti Jiwasraya, Asabri, WanaArtha Life, Kresna Life, hingga Bakrie Life. Setiap kasus ini memiliki pola yang sama: produk investasi yang gagal dikelola, menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat.
Contohnya, WanaArtha Life yang merugikan nasabah lebih dari Rp17 triliun dan hingga kini belum sepenuhnya menyelesaikan pembayaran klaim. Demikian pula, kasus Jiwasraya dengan produk Saving Plan yang merugikan masyarakat hingga Rp16,8 triliun.
Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H mempertanyakan efektivitas pengawasan dan regulasi OJK, serta menilai bahwa perusahaan-perusahaan ini justru mendapatkan perlindungan regulasi dari POJK tanpa mempertimbangkan dampaknya pada nasabah.
OJK Dinilai Lemah dalam Pengawasan dan Diduga Ada Indikasi Setoran dari Perusahaan Asuransi
Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H mengkritik keras lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan OJK, meski lembaga ini memiliki sejumlah departemen khusus, seperti Departemen Perizinan serta Departemen Pengawasan Asuransi dan Jasa Penunjang IKNB. Kedua departemen ini memegang peran krusial dalam proses perizinan produk, fit and proper test, serta pengawasan terhadap laporan keuangan perusahaan asuransi. Namun, berbagai kasus yang mencuat menunjukkan bahwa pengawasan ini seolah tidak berjalan dengan baik.
Bahkan, Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H menilai ada indikasi kuat bahwa perusahaan-perusahaan asuransi memberikan “setoran” kepada OJK agar produk-produk investasi bermasalah tetap dapat dijual ke masyarakat. Hal ini menciptakan peluang besar bagi oknum di industri asuransi untuk meraup keuntungan tanpa memikirkan dampak terhadap nasabah.
Dugaan ini diperkuat oleh kebijakan pungutan sebesar 0,045% dari aset perusahaan asuransi yang menjadi sumber pendapatan OJK, yang dianggap sebagai salah satu motivasi agar produk tetap disetujui.
Kontroversi Fit and Proper Test dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Pengelolaan Perusahaan Asuransi
Kebijakan fit and proper test juga menjadi sorotan Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H. Menurutnya, proses ini justru membuka peluang bagi pihak yang tidak kompeten untuk menduduki posisi penting di perusahaan asuransi. Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H juga mempertanyakan kebijakan yang mewajibkan setiap perusahaan asuransi memiliki tenaga ahli bersertifikat aktuaria dengan pengalaman minimal tiga tahun.
Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H menilai bahwa ketentuan ini tidak realistis mengingat beban kerja dan tanggung jawab seorang aktuaris.
Selain itu, Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H juga mengkritisi peran Asosiasi Aktuaris Indonesia (PAI) dan Asosiasi Konsultan Aktuaria Indonesia (AKKAI) yang dinilai kurang vokal dalam menghadapi kebijakan OJK. Dengan terbatasnya pasar konsultan aktuaria lokal, Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H
menilai bahwa POJK ini hanya akan memperlemah konsultan aktuaria lokal dan berpotensi membuka pintu bagi dominasi konsultan asing.
Langkah ke Depan: Masyarakat Didorong Lebih Kritis terhadap Industri Asuransi
Dengan membuka posko pengaduan ini, Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H berharap dapat memperjuangkan hak-hak masyarakat dan mengungkap lebih banyak persoalan di industri asuransi. Aksi unjuk rasa yang direncanakan juga diharapkan dapat menekan OJK dan perusahaan asuransi agar bertindak lebih transparan dan bertanggung jawab. Ketua Umum WIB Siti Fatimah, S.H menegaskan bahwa sudah saatnya masyarakat lebih kritis terhadap produk-produk asuransi dan tidak segan melaporkan ke Waktu Indonesia Bergerak (WIB) jika merasa dirugikan.
Dengan adanya aksi-aksi nyata ini, diharapkan ke depan sektor perasuransian di Indonesia dapat berubah menjadi lebih sehat dan berpihak kepada kepentingan masyarakat. (Ril/).